Minggu, 17 April 2011

batik

A. Profil Batik

Batik adalah seni gambar di atas kain untuk pakaian yang dibuat dengan tehnik resist menggunakan material lilin. Kata batik berasal dari bahasa Jawa yang berarti menulis. Tehnik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga tehnik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Batick, batic, bathik, battik, batique, dan batex serta batix adalah sebutan lain kain batik. Saat ini batik dapat ditemukan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri lanka dan Iran. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, dan Pekalongan merupakan ikon perkembangan batik nasional sehingga mendapat julukan sebagai Kota Batik.

Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya paa ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan.

Pasang surut perkembangan batik Pekalongan, memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu dinamis. Tidak satupun yang mampu hadir seindah dan sehalus batik Pekalongan.

B. Perkembangan Batik di Indonesia

Sebagai calon seorang pengusaha batik, tentunya juga harus dapat mengetahui dan memahami bagaimana perkembangan batik di Indonesia.

Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya.

Kesenian batik merupakan kesenian gambar diatas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarganya serta pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan di tenpatnya masing-masing.

Bahan kain putih yang digunakan pada waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan soanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.

Jadi, kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak kerajaan Majapahit. Dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke X-VIII atau abad ke X-IX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia ke-satu atau sekitar tahun 1920. kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.

A. Prospek Penjualan Batik

Prospek Penjualan Batik Pekalongan saat ini, cerah. Busana batik tidak pernah tergusur trend. Selalu aktual sejak ratusan tahun lalu hingga kini. Gaya, motif dan tekniknya pun terus berkembang mengikuti jaman. Pesonanya tak pernah hilang. Pesona keindahan batik Indonesia telah menarik minat banyak orang di dunia. Daya tariknya terletak pada begitu banyaknya corak dan motif sebagai cerminan keragaman kebudayaan seantero nusantara. Tak hanya warga mancanegara yang mencintai batik bahkan negara Malaysia pun ikut merasa 'memiliki' batik karena keindahannya.

batik tak akan kehilangan peminat. Jutaan motif yang tersedia di pasar berbeda-beda sehingga prospek penjualan batik tidak akan pernah surut, dan peminatnya selalu ada.

industri batik masih bisa tetap hidup hingga hari ini. Meski kini banyak tersedia kain bermotif namun produk batik yang saat ini sudah banyak dikerjakan secara massal dengan mesin tetap masih mendapat tempat di hati penggemarnya. Sementara batik eksklusif buatan tangan juga masih bisa ditemui karena memang sudah memiliki pasarnya sendiri.

Banyak sekali trend baju kontemporer yang mulai berkiblat dan memanfaatkan seni batik. Tak hanya di Indonesia tetapi di banyak negara maju seperti Jepang. Karena itu batik bisa menjadi komoditas unggulan untuk mendorong ekonomi rakyat mengingat industri ini masih mengandalkan para pengrajin dan usaha kecil menengah.


ANALISIS PENJUALAN BATIK

Faktor-faktor yang mempengaruhi secara positif tingkat penjualan pedagang adalah umur, status perkawinan, dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan tingkat pendidikan berpengaruh negatif, sebagian besar pedagang yang tingkat penjualannya tinggi adalah lulusan sekolah tingkat atas. Untuk indikator kontribusi pendapatan, hanya faktor status pernikahan yang mempengaruhi secara positif kinerja pedagang. Sedangkan untuk indikator tingkat pengembalian asset (ROA), terdapat empat faktor yang mempengaruhinya secara positif yaitu umur, status pernikahan, tingkat persediaan, dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan faktor asset tetap berpengaruh secara negatif.

Untuk meningkatkan kinerja seorang pedagang, maka beberapa strategi yang dilakukan disetiap tingkat kinerja adalah : Menggunakan karyawan-karyawan yang kelihatan lebih tua dan berpengalaman dibidang usaha Batik dalam kegiatan penjualan secara langsung di toko; Memperbanyak jumlah karyawan di bagian toko, hal ini dapat mengurangi tingkat antrian konsumen sehingga konsumen tidak mudah berpindah tempat karena kurangnya pelayanan; Melakukan manajemen persediaan barang dagang, seperti membuat catatan mengenai kain batik/pakaian yang paling banyak dipesan dan mengatur jadwal pemesanannya; Menyimpan persediaan batik yang cukup besar di toko. Hal ini dimaksudkan agar toko tidak mengalami kekosongan persediaan batik, ketika ada permintaan; Mengurangi pembelian asset tetap yang sifatnya bukan kebutuhan utama. Hal ini disebabkan faktor ini hanya mengurangi tingkat pengembalian asset pedagang; Menjalin kerjasama dengan para pemasar, terutama dengan para eksportir tekstil dan dinas pariwisata.

A. Perspektif Masa Depan Usaha Batik

Melihat perkembangan batik sejak dulu hingga sekarang masih menjadi ikon bangsa Indonesia, maka dapat kita terawang bahwa di masa depan batik masih menjadi pilihan dan kebanggan bangsa Indonesia dan daya tarik khasnya, batik akan terus dapat mampu menerobos pasar di seluruh dunia.

Akhir-akhir ini, bangsa Indonesia barulah sadar dari tidurnya setelah Malaysia mengakui batik sebagai salah satu budaya yang berasal dari negaranya. Setelah itu, barulah kita tersadar untuk kembali mencintai batik yang hampir jarang diminati lagi karena masuknya budaya luar yang memasuki kawasan Indonesia.

Dalam mendirikan suatu perusahaan atau usaha baik bermodal besar kecil maupun besar, haruslah melihat terlebih dahulu bagaimana perkembangannya sekitar sepuluh hingga dua puluh tahun mendatang agar dapat menangkap bayangan bagaimana bentuk usahanya di kemudian hari. Akankah dapat bertahan hingga lebih dari dua puluh tahun ataukah bisnis ini hanya akan mampu bertahan tidak lebih dari lima tahun.

Melihat pesatnya perkembangan batik saat ini, prospek cerah usaha penjualan batik pun terlihat. Asalkan memiliki pelayanan yang bagus, menarik, memiliki kualitas yang baik dan harga yang terjangkau, konnsumenpun akan tertarik untuk membeli atau sekedar melancong dan berlangganan di toko kami.

B. Analisis Persaingan

Salah satu langkah yang penting sebelum memulai bisnis adalah melakukan analisa persaingan usaha / analisa kompetitor.

Persaingan terhadap batik asal Indonesia dipengaruhi oleh ragam produk, desain, motif, dan pewarnaan. Persaingan tersebut walaupun tidak secara langsung dirasakan oleh para produsen Batik Pekalongan, tetapi dalam hubungannya dengan pasar batik domestik, produk Batik Pekalongan mampu memenuhi ragam produk, desain dan motif tersebut dengan desain produk khas Pekalongan. Sehingga konsumen dapat mengenal Batik Pekalongan berdasarkan desain dan motifnya.

Negara pesaing yang potensial terhadap batik Indonesia adalah Thailand dan Malaysia. Persaingan ini dapat diatasi apabila Indonesia mampu memproduksikan batik dengan desain, motif dan pewarnaan yang khas Indonesia. Khususnya terhadap produk - produk batik tulis, Indonesia masih berada di posisi utama karena Indonesia mampu menguasai proses pembatikan batik tulis dengan teknologi yang tinggi dan juga motif asli Indonesia yang halus dan berseni tinggi.

LINGKUNGAN DAN INTERAKSI SOSIAL PEMULUNG

A. Profil Pemulung

Pemulung adalah seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari barang yang sudah tidak terpakai atau dalam kenyataan sehari-hari, maka orang yang berkecimpung dalam proses pemulungan atau sebagai pemulung adalah orang yang bekerja sebagai pengais sampah, dimana antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang, dimana ada sampah pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung disitu ada sampah. Dalam menjalani pekerjaannya, pemulung dapat dibedakan menjadi dua yaitu, pemulung yang menetap dan pemulung yang tidak menetap. Pemulung menetap adalah pemulung yang bermukim di gubuk-gubuk kardus, tripleks, terpal atau lainnya di sekitar tempat pembuangan akhir sampah. Sedangkan yang termsuk dalam kelompok pemulung tidak menetap adalah pemulung yang mencari sampah dari gang ke gang, jalanan, tong sampah warga, pinggir sungai dan lainnya.

Tidak semua mereka yang berprofesi sebagai pemulung, seratus persen menggantungkan penghasilannya dari memulung, tetapi ada juga yang hanya menjadikan memulung sebagai pekerjaan sampingan atau untuk mencari uang tambahan.

Berikut beberapa alasan seseorang menggeluti profesi sebagai pemulung yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan pemulung di kawasan BSD, Tangerang :

  • Faktor ekonomi (berasal dari keluarga yang kurang mampu)
  • Sulitnya mencari pekerjaan
  • Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keterampilan
  • Tidak ada modal untuk membuka suatu usaha

Pendidikan merupakan dasar dari pengembangan produktifitas kerja. Tingkat pendidikan yang rendah, membuat pola pikir yang relatif sempit. Sebagian besar pemulung hanya tamat pendidikan sekolah dasar. Kemudian didukung oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak berkecukupan. Faktor yang lain adalah modal yang dimiliki sangat terbatas, sehingga sarana yang digunakan oeh pemulung sangat sederhana. Yaitu, karung plastik dan gancu untuk mengungkit sampah atau barang bekas.

B. KONDISI SOSIAL PEMULUNG

Kelompok masyarakat pemulung tidak memiliki organisasi formal atau yang bersifat akademik namun secara informal, pemulung memiliki hubungan kerja sama yang seupa dengan kegiatan kelompok organisasi. Pemulung biasanya diorganisir oleh beberapa kelompok.

Dari hasil observasi dan wawancara dengan beberapa pihak terkait, diketahui bahawa status sosial pemulung dapat dibagi menjadi tiga yaitu,

· Pemulung

· Bos kecil

· Bos besar

Pemulung merupakan status sosial yang paling rendah. Ia bekerja untuk mengumpulkan sampah seperti kaleng bekas, botol minuman bekas yang dikumpulkan dalam karung, kemudiam diserahkan kepada bos kecil. Dalam ekonomi, pemulung dapat disetarakan dengan produsen.

Bos kecil merupakan orang yang menampung sampah-sampah dari para pemulung.. Sampah-sampah tersebut ditimbang untuk kemudian dihitung berapa berat sampah tersebut. Ia memiliki tempat penampungan sampah. Rata-rata dari mereka dapat menampung hingga 2-5 ton per hari. Dalam ekonomi, bos kecil apat disetarakan dengan peran pedagang pengumpul (collector).

Bos besar memiliki tempat penampungan yang lebih besar dari bos kecil. Ia adalah pengadah dari hasil kumpulan sampah bos kecil. Dalam ekonomi, bos besar dapat disetarakan sebagai lembaga pemasaran atau agen.

Status sosial dan peran pemulung, membedakan tingkat pendapatannya. Dari hasil wawancara dengan pemulung kawasan BSD, biasanya menghasilkan Rp 25.000,- per harinya. Sedangkan bos kecil, dapat menghasilkan sekitar Rp 200.000,- dan bos besar menghasilkan Rp 500.000,- per hari.

Meskipun pemulung terlihat kumuh, tetapi secara finansial, mereka mampu menghidupi keluarganya. Dalam sebulan, pemulung dapat menghasilkan sekitar Rp 700.000,-.

C. Interaksi Sosial Pemulung

Para pemulung umumnya memiliki pergaualan yang terbatas dan reasi yang sempit.

Jaringan sosial pemulung secara horizontal (hubungan dengan sesama pemulung), terlihat cukup baik. Mereka saling tolong menolong sesamanya. Jika ada diantara mereka yang terkena musibah, mereka meminta pertolongan dengan kawan seprofesi.

Jaringan sosial pemulung secara vertikal (hubungan dengan kelompok atas dan bawah), terlihat cukup baik pula. Antara kelompok atas dan bawah saling berkepentingan. Kelompok bawah (pemulung) membutukan kelompok atas (bos kecil atau agen) yang menjadi pengadah hasil kumpulan barang bekas yang dikumpulkan pemulung. Tidak hanya kelompok bawah yang bergantung kepada kelompok atas. Namun, kelompok atas pun memiliki kepentingan dengan kelompok bawah. Para agen, membeli barang-barang bekas kumpulan pemulung.

Bagi agen, biasanya menyediakan minum dan makan sebagai biaya sosial. hal itu juga untuk mempertahankan hubungan baik antara pemulung dengan pengadah atau agen. Dan jika memerlukan uang untuk biaya pendidikan anaknya, misalnya, biasanya pemulung tidak segan juga untuk meminjam uang kepada agen/bos kecil.

Pemulung-pemulung dapat melakukan kerjasama dalam bentuk uang yang disumbangkan secara sukarela terhadap sesama pemulung yang terkena musibah. Sedangkan dari pihak bos kecil/bos besar/agen biasanya memberikan bantuan seperti pinjaman uang (jika dalam jumlah yang besar). Sedangkan jika dalam jumlah kecil, biasanya diberikan secara sukarela.

Diantara para pemulung, dalam menjalankan tugasnya juga terdapat persaingan, seperti untuk mendapatkan hasil pulungan yang banyak dan wilayah operasi. Faktor kecekatan tangan, keterampilan, dan daya tahan fisik yang akan menentukan seberapa banyak mereka dapat mengumpulkan barang-barang bekas yang masih memiliki nilai ekonomi. Siapa yang kuat fisiknya, pagi, siang, sore bahkan malam hari, dapat melakukan aktivitasnya sebagai pemulung, maka akan lebih banyak juga barang-barang bekas yang didapat.

Persaingan antara pemulung dengan agen, biasanya berkaitan dengan harga pulungan. Biasanya dihitung berdasarkan berat. Jika dalam kondisi ekonomi yang sedang sulit seperti sekarang ini, biasanya harga barang hasil pulungan cenderung turun.

Dalam kepemilikan media komunikasi, dalam hal ini penggunaan telepon genggam, hanya beberapa pemulung saja yang memiliki telepon genggam. Biasanya mereka adalah pemulung masih remaja dan menggunakan telepon genggam untuk berkomunikasi dengan teman-temannya.

D. Konflik Sosial Pemulung

Dalam kehidupan sosial suatu masyarakat, adanya persaingan yang tidak sehat, perbedaan kepentingan dan komunikasi yang tidak terjalin dengan baik, dapat menimbulkan konflik sosial.

Kehidupan pemulung sebagai masyarakat miskin yang kumuh, tidak terlepas dari konflik-konflik kehidupan. Selain mengembangkan jaringan sosial, juga berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Biasanya para pemulung memiliki pekerjaan sampingan lainnya seperti beternak, membuka usaha warung makanan, atau bisa juga, memulung untuk tambahan uang saja. Hal itu dilakukan untuk mengatasi himpitan kesulitan ekonomi.

Agar mampu bertahan hidup, mereka mengerahkan keluarganya untuk bekerja. Misalnya, Ayah memulung di pagi, siang dan sore hari. Ibu, memulung di pagu hari saja dan Anak memulung di sore hari, sepulang sekolah.

Menurut hasil obervasi yang didapat penulis, konflik-konflik kecil juga dapat terjadi di kalangan pemulung dan agen. Biasanya masalah yang terjadi adalah pemulung menjual hasil pulungannya kepada pihak lainnya (bos kecil) dengan alasan untuk menghindari dipotongnya penghasilan untuk membayar utang si pemulung tersebut. Atau bisa juga untuk mencari selisih harga beli yang lebih menguntungkan.

Melihat profesi pemulung yang akrab dengan sampah dan barang-barang bekas, tak jarang mereka yang tak kuat fisiknya terserang penyakit. Dalam hal ini, jaminan kesehatan untuk pemulung masih sangat minim. Tak jarang pemulung dianggap penduduk ilegal sehingga terkadang, mereka tidak mendapat perlakuan kesejahteraan yang sama dengan masyarakat lainnya.

Mengenai status kependudukan mereka pun terkadang tidak jelas. Sebagian pemulung tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kalaupun ada, KTP tersebut berasal dari tanah lahir mereka dan bukan KTP dari daerah mereka bermukim. Misalnya, Pemulung yang berasal dari daerah Bandung kemudian bermukim di Jakarta. Namun, identitas KTP-nya daerah Bandung.

Tetapi secara umum, konflik-konflik yang terjadi di kalangan pemulung, masih dapat dikendalikan dengan baik dan kehidupan sosial ekonomi pemulung berjalan dengan baik.

E. Penilaian Masyarakat Umum Terhadap Pemulung

Penilaian pemulung di mata masyarakat masih dianggap kurang baik. Hal ini disebabkan oleh tingkah laku beberapa pemulung yang suka jahil mencuri. Sudah banyak terjadi kasus pemulung yang memasuki kawasan perumahan, mencuri sepeda motor milik warga. Oleh karena itu sudah banyak warga yang melarang pemulung memasuki kawasan perumahannya karena dianggap meresahkan warga.

Namun, tidak semua masyarakat beranggapan negatif terhadap pemulung. Karena. di balik sisi negatif para pemulung yang suka jahil mengambil barang berharga milik warga, pemulung juga memiliki peran yang mulia. Pemulung memilki kontribusi nyata alam mewujudkan sebuah kota yang bersih dari sampah.

Masyarakat juga enggan untuk berinteraksi sacara langsung atau untuk menjalin hubungan kekerabatan dengan pemulung. Hal ini dikarenakan pemulung yang berpakaian kotor dan cenderung kumuh.

Perhatian masyarakat terhadap pemulung dan keluarga pemulung juga kurang. Padahal sebenarnya mereka membutuhkan perhatian dan dorongan materil maupun sosial dari masyarakat sekitarnya.


KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Faktor yang menyebabkan seseorang berprofesi sebagai pemulung antara lain adalah faktor ekonomi, keterbatasan pendidikan atau ilmu dan keterbatasan modal. Mereka memilih pekerjaan tersebut karena memulung merupakan pekerjaan informal yang tidak menuntut syarat akademik.

Interaksi sosial bagi pemulung, memudahkan sirkulasi pengumpulan dan jual beli barang bekas.

Strategi yang dikembangkan pemulung agar tetap bertahan hidup adalah dengan cara mempertahankan jaringan sosial baik secara vertikal maupun horizontal.

Banyak orang yang memandang sebelah mata profesi pemulung. Padahal keberadaan mereka sangat membantu masyarakat maupun pemerintahan setempat, terutama dalam upaya membersihkan limbah plastik yang tidak terurai dari dalam tanah.

Meski cukup memberi banyak jasa terhadap masyrakat sekitar, namun perhatian masyarakat umum terhadap pemulung relatif kecil.

B. Saran

  • Hendaknya pemerintah dan masyarakat memperhatikan kesehatan para pemulung
  • Para pemulung melegalkan status kependudukan mereka agar lebih mudah memperoleh pelayanan seperti pelayanan kesehatan, bantuan dari pemerintahan dan sebagainya.
  • Adanya program sekolah gratis bagi anak pemulung
  • Pemukiman pemulung tidak kumuh dan kotor. Karena lingkungan yang kumuh dan kotor adalah sumber penyakit.

inkubator dalam penciptaan wirausaha baru

Inkubator merupakan suatu tempat pengembangan ide-ide yang didasarkan pada pengetahuan baru, metode-metode dan produk-produk yang dihasilkan. Inkubator semacam ini dapat ditemukan di universitas, laboratorium, penelitian, sekolah medis, kelompok ide dan korporasi besar dimana berbagai bakat intelektual di ikat dengan tujuan mengkomersialisasikan teknologi baru, transfer teknologi ke pasar, atau mempercepat proses inovasi ke implementasi.

Salah satu cara yang ditempuh Pemerintah untuk menumbuhkan dan mengembangkan Pengusaha kecil adalah melalui program inkubator bisnis dan teknologi. Karena inkubator adalah suatu lembaga yang mengembangkan calon pengusaha menjadi pengusaha yang mandiri melalui serangkaian pembinaan terpadu meliputi penyediaan tempat kerja/kantor, sarana perkantoran, bimbingan dan konsultasi manajemen, bantuan penelitian dan pengembangan, pelatihan, bantuan permodalan, dan penciptaan jaringan usaha baik lokal maupun internasional (Pedoman Pembinaan Pengusaha Kecil Melalui Inkubator, 1998/1999). Pada inkubator, peserta adalah pengusaha kecil atau calon pengusaha yang dibina melalui inkubator dengan membayar biaya pelayanan yang tidak memberatkan peserta peserta yang bersangkutan.

Persyaratan pokok suatu inkubator :

1. adanya panduan sistem seleksi dan staf untuk menentukan keberhasilan/kelulusan dalam jangka waktu tertentu. Misalnya 2 sampai 3 tahun.

2. kapasitas suatu inkubator antara 15-20 calon pengusaha yang dapat dibina dalam inkubator (in wall) dan antara 20-40 calon pengusaha yang dibina diluar inkubator (out wall)

3. calon pengusaha potensial hendaknya dari usaha rintisan mulai dari awal atau pemula

4. inkubator harus dikelola secara bisnis. Artinya harus tercipta keuntungan dari perbandingan penghasilan dan biaya

5. inkubator harus dikelola secara otonom dengan metode profesional.

Sedangkan tujuan dari pendirian inkubator adalah :

1. mengembangkan usaha baru dan usaha kecil yang potensial menjadi usaha mandiri, sehingga mampu sukses menghadapi persaingan lokal mapun internasion,

2. mengembangkan promosi kewirausahaan dengan menyertakan perusahaan-perusahaan swasta yang dapat memberikan kontribusi pada sistem ekonomi pasar,

3. sarana alih teknologi dan proses komersialisasi hasil hasil penelitian pengembangan bisnis dan teknologi dari para ahli dan perguruan tinggi

4. menciptakan peluang melalui pengembangan perusahaan baru,

5. aplikasi teknologi dibidang industri secara komersial melalui studi dan kajian yang memakan waktu dan biaya yang relatif murah.

II. P

peranan inkubator

Kehadiran inkubator menjadi sangat penting karena pada umumnya usaha kecil sangat rentan terhadap kebangkrutan terutama pada fase start-up. Sejumlah ahli menyatakan bahwa pada fase start-up usaha kecil diibaratkan sebagai bayi yang masih premature. Pada saat ini biasanya perlu perlakuan khusus, misalnya melalui inkubasi sehingga dapat hidup sebagaimana bayi yang lahir normal dan dapat terhindar dari risiko kematian. Sistem inkubasi inilah yang terbukti dapat diadopsi sebagai bagian dari strategi pembinaan usaha kecil di sejumlah negara.

Secara konsepsi peranan inkubator sangatlah penting bagi usaha kecil pemula. Menurut Hon. Peter Reith, MP (2000), bahwa inkubator dirancang untuk membantu usaha baru dan sedang berkembang sehingga mapan dan mampu meraih laba dengan menyediakan informasi, konsultasi, jasa-jasa, dan dukungan yang lain. Secara umum inkubator dikelola oleh sejumlah staf dengan manajemen yang sangat efisien dengan menyediakan layanan “7S”, yaitu: space, shared, services, support, skill development, seed capital, dan synergy. Space berarti inkubator menyediakan tempat untuk mengembangkan usaha pada tahap awal. Shared ditujukan bahwa inkubator menyediakan fasilitas kantor yang bisa digunakan secara bersama, misalnya resepsionis, ruang konferensi, sistem telepon, faksimile, komputer, dan keamanan. Services meliputi konsultasi manajemen dan masalah pasar, aspek keuangan dan hukum, informasi perdagangan dan teknologi. Support dalam artian inkubator membantu akses kepada riset, jaringan profesional, teknologi, internasional, dan investasi. Skill development dapat dilakukan melalui latihan menyiapkan rencana bisnis, manajemen, dan kemampuan lainnya. Seed capital dapat dilakukan melalui dana bergulir internal atau dengan membantu akses usaha kecil pada sumber-sumber pendanaan atau lembaga keuangan yang ada. Synergy dimaksudkan kerjasama tenant atau persaingan antar tenant dan jejaring (network) dengan pihak universitas, lembaga riset, usaha swasta, profesional maupun dengan masyarakat internasional.

Ada beberapa faktor yang disinyalir penyebab ketidakmampuan usaha kecil meneruskan usahanya. Faktor-faktor tersebut antara lain: rendahnya kemampuan menyusun rencana bisnis (business plan), lemahnya dalam pengelolaan bisnis, keterbatasan permodalan, keterbatasan akses dan penguasaan teknologi dan informasi, serta keterbatasan dalam akses pasar. Untuk mengatasi berbagai faktor yang menjadi penghambat bagi berkembangnya usaha kecil di Indonesia, sejak tahun 1992 pemerintah bekerjasama dengan the United Nation Development Program (UNDP) telah merintis proyek pengembangan inkubator. Pada mulanya berdiri inkubator di beberapa daerah antara lain di Surabaya, Solo, dan Serpong. Proyek ini telah memberikan motivasi dan berhasil disosialisasikan di beberapa perguruan tinggi.

perkembangan inkubator di beberapa negara

Australia

Pengalaman Australia dalam pengembangan inkubator telah dimulai sejak tahun 1980-an. Peran pemerintah sangat kuat dalam pengembangan inkubator di Australia. Dalam kaitan ini pemerintah menunjuk Menteri Tenaga Kerja, Hubungan Penempatan Kerja dan Usaha Kecil (Ministry for Employment, Workplace Relations and Small Business) untuk terus memantau dan mengevaluasi pengembangan inkubator. Guna membantu pengembangan inkubator ini pemerintah federal perlu secara kontinyu menyiapkan pendanaan sampai inkubator tersebut betul-betul mandiri. Di samping itu pemerintah juga memberikan rewards (penghargaan) bagi inkubator-inkubator yang berprestasi. Dana grant dari pemerintah biasanya maksimum sebesar A$ 500,000 sampai dengan 5 tahun yang diberikan kepada inkubator yang baru berdiri untuk pembangunan infrastruktur dan biaya pendirian. Sedangkan bagi inkubator yang sudah ada untuk pengembangan infrastrukturnya masih dapat diberikan bantuan maksimum sebesar A$ 100,000.

Sebagaimana layaknya inkubator dikembangkan, di Australia sendiri inkubator banyak dikembangkan di perguruan tinggi. Namun demikian, tidak jarang juga inkubator dimiliki oleh suatu perusahaan besar karena kepeduliannya dalam pengembangan usaha kecil. Sebagai ikatan diantara inkubator yang ada di Australia dan New Zealand sekarang sudah terbentuk suatu asosiasi inkubator yang diberi nama Australian and New Zealand Association of Business Incubators (ANZABI).

Taiwan

Sebagaimana pengembangan inkubator di Australia, pemerintah Taiwan juga sangat memberikan perhatian yang besar pada pengembangan inkubator guna membatu pebisnis pemula. Di Taiwan, inkubaor difokuskan pada pengembangan usaha kecil yang beorientasi pada penerapan teknologi canggih (high tech). Alasan pengembangan inkubator berorientasi pada penggunaan teknologi canggih adalah dalam rangka peningkatan nilai tambah produk yang dihasilkan UKM sehingga menjadi lebih kompetitif.

Cikal bakal inkubator di Taiwan dirintis oleh Dr. Benjamin Yuan pada tahun 1992. Ketika itu dia menyarankan agar hasil-hasil penelitian ditransfer melalui lembaga yang saat ini dikenal dengan inkubator. Untuk mewujudkan hal tersebut pada tahun 1995 Dr. Benjamin Yuan ditunjuk oleh Ministry of Economic Affairs (MOEA) untuk menyusun rencana strategis pengembangan inkubator yang menjadi kebijakan pemerintah Taiwan. Dalam kaitan ini, untuk memanfaatkan sumberdaya yang dihasilkan akademika dan lembaga penelitian, seperti teknologi, fasilitas, laboraorium, gedung, manajemen, dan tenaga profesional, Lembaga Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah Taiwan (SMEA) mendirikan suatu yayasan untuk pengembangan inkubator.

Dengan adanya yayasan tersebut, maka pada tahun 1996 sebagai tahap awal telah berdiri 7 inkubator. Pada tahun 1998 (setelah 2 tahun) di Taiwan sudah berdiri 36 inkubator, baik milik perguruan tinggi, lembaga riset nirlaba, dan milik organisasi swasta. Pada tahun 2000 sudah berdiri 48 inkubator dan 46 diantaranya mendapat subsidi pemerintah. Untuk tahun 2000 saja pemerintah Taiwan memberikan subsidi sebanyak NT$ 130 juta untuk mendukung 600 perusahaan kecil yang diinkubasi. Dan pada tahun 2001 ini diperkirakan akan disubsidi sebanyak 750 usaha kecil yang diinkubasi oleh 60 inkubator di seluruh Taiwan dengan nilai subsidi sebesar NT$ 300 juta.

Sebagai inkubator yang berorientasi teknologi, maka skup aktivitas inkubasinya meliputi: informasi dan elektronik, automatisasi mekanik, multimedia, mesin/bioteknologi, pengendalian lingkungan, mesin pesawat terbang, transportasi laut, dan lain-lain.

IV.

Perkembangan inkubator di Indonesia

Di Indonesia, inkubator mulai dikembangkan sejak Departemen Koperasi ditingkatkan perannya yaitu membina pengusaha kecil pada tahun 1992. Ketika itu, pemerintah mengambil inisiatif untuk mengembangkan inkubator bekerjasama dengan perguruan tinggi. Walaupun dengan keterbatasan dana pada saat itu, namun inkubator telah mendapat sambutan yang sangat baik untuk terus dikembangkan.

Perkembangan inkubator di Indonesia cukup pesat, namun demikian masih banyak aparat yang belum memahami makna, cara kerja, dan operasi inkubator. Kurang berkembangnya inkubator di Indonesia telah dikaji karena adanya beberapa faktor. Di samping karena usianya yang relatif baru dan masih pada taraf belajar (belum berpengalaman), beberapa faktor penentu bagi kurang berkembangnya inkubator di Indonesia, diantaranya :

1. Belum memiliki sarana/prasarana pendukung yang memadai

2. Manajer belum dapat bekerja full time

3. Teknologi masih pada tingkat sederhana

4. Belum memiliki jaringan yang luas antara lain dalam hal pemasaran

5. Masih sedikit UMKM tenant (calon pengusaha) inkubator yang berhasil lulus dengan baik

6. Pada umumnya UMKM tenant inkubator hanya berhasil mengadopsi teknologi tapi belum dalam hal pemasaran produk. Sehingga banyak UKM binaan inkubator yang tidak dapat eksis di pasar bebas

7. Dana operasional masih sangat terbatas karena hanya dibiayai oleh Perguruan Tinggi. Pada tahun awal pendirian inkubator ada beberapa inkubator yang mendapat bantuan dana perkuatan dari Pemerintah antara lain Kementerian Koperasi dan UKM yang disalurkan kepada UKM binaan inkubator.

8. Belum menjadi komitmen semua pihak (pemda, dunia usaha, instansi terkait, pemerintah pusat untuk mensupport program inkubator).

Sedangkan permasalahan yang dihadapi calon pengusaha, antara lain dikarenakan :

1. Masih lemahnya kemampuan dan keterampilan berbisnis

2. Masih lemah dalam permodalan

3. Belum mampu mengakses pasar

4. Belum mampu akses dengan teknologi

Agar pelaksanaan program inkubator dapat berkembang baik di Indonesia dan dapat memajukan UMKM di Indonesia, diperlukan komitmen semua pihak yang terkait untuk membangun UMKM dan didukung dengan fasilitas yang lengkap.

inkubator belum dikelola secara profesional sebagai mana layaknya pengembangan inkubator di beberapa negara maju. Inkubator yang ada masih dikelola secara amatiran dengan jumlah personil yang sangat terbatas dan kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam pengembangan inkubator. Pada sisi lain, layanan yang diberikan kepada para calon pengusaha masih gratis sehingga inkubator yang dikembangkan akan sulit bisa mandiri. Suatu inkubator yang baik harus dikelola secara profesional dan layanan yang diberikan harus betul-betul memberikan manfaat bagi pengembangan usaha kecil. Dengan demikian usaha kecil yang mendapat layanan akan bersedia memberikan kontribusi kepada inkubator sesuai dengan manfaat yang diperolehnya.