A. Profil Pemulung
Pemulung adalah seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari barang yang sudah tidak terpakai atau dalam kenyataan sehari-hari, maka orang yang berkecimpung dalam proses pemulungan atau sebagai pemulung adalah orang yang bekerja sebagai pengais sampah, dimana antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang, dimana ada sampah pasti ada pemulung dan dimana ada pemulung disitu ada sampah. Dalam menjalani pekerjaannya, pemulung dapat dibedakan menjadi dua yaitu, pemulung yang menetap dan pemulung yang tidak menetap. Pemulung menetap adalah pemulung yang bermukim di gubuk-gubuk kardus, tripleks, terpal atau lainnya di sekitar tempat pembuangan akhir sampah. Sedangkan yang termsuk dalam kelompok pemulung tidak menetap adalah pemulung yang mencari sampah dari gang ke gang, jalanan, tong sampah warga, pinggir sungai dan lainnya.
Tidak semua mereka yang berprofesi sebagai pemulung, seratus persen menggantungkan penghasilannya dari memulung, tetapi ada juga yang hanya menjadikan memulung sebagai pekerjaan sampingan atau untuk mencari uang tambahan.
Berikut beberapa alasan seseorang menggeluti profesi sebagai pemulung yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan pemulung di kawasan BSD, Tangerang :
- Faktor ekonomi (berasal dari keluarga yang kurang mampu)
- Sulitnya mencari pekerjaan
- Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keterampilan
- Tidak ada modal untuk membuka suatu usaha
Pendidikan merupakan dasar dari pengembangan produktifitas kerja. Tingkat pendidikan yang rendah, membuat pola pikir yang relatif sempit. Sebagian besar pemulung hanya tamat pendidikan sekolah dasar. Kemudian didukung oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak berkecukupan. Faktor yang lain adalah modal yang dimiliki sangat terbatas, sehingga sarana yang digunakan oeh pemulung sangat sederhana. Yaitu, karung plastik dan gancu untuk mengungkit sampah atau barang bekas.
B. KONDISI SOSIAL PEMULUNG
Kelompok masyarakat pemulung tidak memiliki organisasi formal atau yang bersifat akademik namun secara informal, pemulung memiliki hubungan kerja sama yang seupa dengan kegiatan kelompok organisasi. Pemulung biasanya diorganisir oleh beberapa kelompok.
Dari hasil observasi dan wawancara dengan beberapa pihak terkait, diketahui bahawa status sosial pemulung dapat dibagi menjadi tiga yaitu,
· Pemulung
· Bos kecil
· Bos besar
Pemulung merupakan status sosial yang paling rendah. Ia bekerja untuk mengumpulkan sampah seperti kaleng bekas, botol minuman bekas yang dikumpulkan dalam karung, kemudiam diserahkan kepada bos kecil. Dalam ekonomi, pemulung dapat disetarakan dengan produsen.
Bos kecil merupakan orang yang menampung sampah-sampah dari para pemulung.. Sampah-sampah tersebut ditimbang untuk kemudian dihitung berapa berat sampah tersebut. Ia memiliki tempat penampungan sampah. Rata-rata dari mereka dapat menampung hingga 2-5 ton per hari. Dalam ekonomi, bos kecil apat disetarakan dengan peran pedagang pengumpul (collector).
Bos besar memiliki tempat penampungan yang lebih besar dari bos kecil. Ia adalah pengadah dari hasil kumpulan sampah bos kecil. Dalam ekonomi, bos besar dapat disetarakan sebagai lembaga pemasaran atau agen.
Status sosial dan peran pemulung, membedakan tingkat pendapatannya. Dari hasil wawancara dengan pemulung kawasan BSD, biasanya menghasilkan Rp 25.000,- per harinya. Sedangkan bos kecil, dapat menghasilkan sekitar Rp 200.000,- dan bos besar menghasilkan Rp 500.000,- per hari.
Meskipun pemulung terlihat kumuh, tetapi secara finansial, mereka mampu menghidupi keluarganya. Dalam sebulan, pemulung dapat menghasilkan sekitar Rp 700.000,-.
C. Interaksi Sosial Pemulung
Para pemulung umumnya memiliki pergaualan yang terbatas dan reasi yang sempit.
Jaringan sosial pemulung secara horizontal (hubungan dengan sesama pemulung), terlihat cukup baik. Mereka saling tolong menolong sesamanya. Jika ada diantara mereka yang terkena musibah, mereka meminta pertolongan dengan kawan seprofesi.
Jaringan sosial pemulung secara vertikal (hubungan dengan kelompok atas dan bawah), terlihat cukup baik pula. Antara kelompok atas dan bawah saling berkepentingan. Kelompok bawah (pemulung) membutukan kelompok atas (bos kecil atau agen) yang menjadi pengadah hasil kumpulan barang bekas yang dikumpulkan pemulung. Tidak hanya kelompok bawah yang bergantung kepada kelompok atas. Namun, kelompok atas pun memiliki kepentingan dengan kelompok bawah. Para agen, membeli barang-barang bekas kumpulan pemulung.
Bagi agen, biasanya menyediakan minum dan makan sebagai biaya sosial. hal itu juga untuk mempertahankan hubungan baik antara pemulung dengan pengadah atau agen. Dan jika memerlukan uang untuk biaya pendidikan anaknya, misalnya, biasanya pemulung tidak segan juga untuk meminjam uang kepada agen/bos kecil.
Pemulung-pemulung dapat melakukan kerjasama dalam bentuk uang yang disumbangkan secara sukarela terhadap sesama pemulung yang terkena musibah. Sedangkan dari pihak bos kecil/bos besar/agen biasanya memberikan bantuan seperti pinjaman uang (jika dalam jumlah yang besar). Sedangkan jika dalam jumlah kecil, biasanya diberikan secara sukarela.
Diantara para pemulung, dalam menjalankan tugasnya juga terdapat persaingan, seperti untuk mendapatkan hasil pulungan yang banyak dan wilayah operasi. Faktor kecekatan tangan, keterampilan, dan daya tahan fisik yang akan menentukan seberapa banyak mereka dapat mengumpulkan barang-barang bekas yang masih memiliki nilai ekonomi. Siapa yang kuat fisiknya, pagi, siang, sore bahkan malam hari, dapat melakukan aktivitasnya sebagai pemulung, maka akan lebih banyak juga barang-barang bekas yang didapat.
Persaingan antara pemulung dengan agen, biasanya berkaitan dengan harga pulungan. Biasanya dihitung berdasarkan berat. Jika dalam kondisi ekonomi yang sedang sulit seperti sekarang ini, biasanya harga barang hasil pulungan cenderung turun.
Dalam kepemilikan media komunikasi, dalam hal ini penggunaan telepon genggam, hanya beberapa pemulung saja yang memiliki telepon genggam. Biasanya mereka adalah pemulung masih remaja dan menggunakan telepon genggam untuk berkomunikasi dengan teman-temannya.
D. Konflik Sosial Pemulung
Dalam kehidupan sosial suatu masyarakat, adanya persaingan yang tidak sehat, perbedaan kepentingan dan komunikasi yang tidak terjalin dengan baik, dapat menimbulkan konflik sosial.
Kehidupan pemulung sebagai masyarakat miskin yang kumuh, tidak terlepas dari konflik-konflik kehidupan. Selain mengembangkan jaringan sosial, juga berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Biasanya para pemulung memiliki pekerjaan sampingan lainnya seperti beternak, membuka usaha warung makanan, atau bisa juga, memulung untuk tambahan uang saja. Hal itu dilakukan untuk mengatasi himpitan kesulitan ekonomi.
Agar mampu bertahan hidup, mereka mengerahkan keluarganya untuk bekerja. Misalnya, Ayah memulung di pagi, siang dan sore hari. Ibu, memulung di pagu hari saja dan Anak memulung di sore hari, sepulang sekolah.
Menurut hasil obervasi yang didapat penulis, konflik-konflik kecil juga dapat terjadi di kalangan pemulung dan agen. Biasanya masalah yang terjadi adalah pemulung menjual hasil pulungannya kepada pihak lainnya (bos kecil) dengan alasan untuk menghindari dipotongnya penghasilan untuk membayar utang si pemulung tersebut. Atau bisa juga untuk mencari selisih harga beli yang lebih menguntungkan.
Melihat profesi pemulung yang akrab dengan sampah dan barang-barang bekas, tak jarang mereka yang tak kuat fisiknya terserang penyakit. Dalam hal ini, jaminan kesehatan untuk pemulung masih sangat minim. Tak jarang pemulung dianggap penduduk ilegal sehingga terkadang, mereka tidak mendapat perlakuan kesejahteraan yang sama dengan masyarakat lainnya.
Mengenai status kependudukan mereka pun terkadang tidak jelas. Sebagian pemulung tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kalaupun ada, KTP tersebut berasal dari tanah lahir mereka dan bukan KTP dari daerah mereka bermukim. Misalnya, Pemulung yang berasal dari daerah Bandung kemudian bermukim di Jakarta. Namun, identitas KTP-nya daerah Bandung.
Tetapi secara umum, konflik-konflik yang terjadi di kalangan pemulung, masih dapat dikendalikan dengan baik dan kehidupan sosial ekonomi pemulung berjalan dengan baik.
E. Penilaian Masyarakat Umum Terhadap Pemulung
Penilaian pemulung di mata masyarakat masih dianggap kurang baik. Hal ini disebabkan oleh tingkah laku beberapa pemulung yang suka jahil mencuri. Sudah banyak terjadi kasus pemulung yang memasuki kawasan perumahan, mencuri sepeda motor milik warga. Oleh karena itu sudah banyak warga yang melarang pemulung memasuki kawasan perumahannya karena dianggap meresahkan warga.
Namun, tidak semua masyarakat beranggapan negatif terhadap pemulung. Karena. di balik sisi negatif para pemulung yang suka jahil mengambil barang berharga milik warga, pemulung juga memiliki peran yang mulia. Pemulung memilki kontribusi nyata alam mewujudkan sebuah kota yang bersih dari sampah.
Masyarakat juga enggan untuk berinteraksi sacara langsung atau untuk menjalin hubungan kekerabatan dengan pemulung. Hal ini dikarenakan pemulung yang berpakaian kotor dan cenderung kumuh.
Perhatian masyarakat terhadap pemulung dan keluarga pemulung juga kurang. Padahal sebenarnya mereka membutuhkan perhatian dan dorongan materil maupun sosial dari masyarakat sekitarnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Faktor yang menyebabkan seseorang berprofesi sebagai pemulung antara lain adalah faktor ekonomi, keterbatasan pendidikan atau ilmu dan keterbatasan modal. Mereka memilih pekerjaan tersebut karena memulung merupakan pekerjaan informal yang tidak menuntut syarat akademik.
Interaksi sosial bagi pemulung, memudahkan sirkulasi pengumpulan dan jual beli barang bekas.
Strategi yang dikembangkan pemulung agar tetap bertahan hidup adalah dengan cara mempertahankan jaringan sosial baik secara vertikal maupun horizontal.
Banyak orang yang memandang sebelah mata profesi pemulung. Padahal keberadaan mereka sangat membantu masyarakat maupun pemerintahan setempat, terutama dalam upaya membersihkan limbah plastik yang tidak terurai dari dalam tanah.
Meski cukup memberi banyak jasa terhadap masyrakat sekitar, namun perhatian masyarakat umum terhadap pemulung relatif kecil.
B. Saran
- Hendaknya pemerintah dan masyarakat memperhatikan kesehatan para pemulung
- Para pemulung melegalkan status kependudukan mereka agar lebih mudah memperoleh pelayanan seperti pelayanan kesehatan, bantuan dari pemerintahan dan sebagainya.
- Adanya program sekolah gratis bagi anak pemulung
- Pemukiman pemulung tidak kumuh dan kotor. Karena lingkungan yang kumuh dan kotor adalah sumber penyakit.
makasih info nya kak ,, sangat bermanfaat
BalasHapuskunjungin blog saya juga yah aitohamura.blogspot.com